Mereka yang berqurban bisa memercayakan penyembelihan kurban dan
distribusi daging ke lembaga zakat.
Berkurban atau aqiqah terlebih dahulu? Pertanyaan ini kerap terlintas di benak
kebanyakan umat. Pimpinan
Yayasan Annurmaniyah, Jakarta
Barat, Hj Nurma Nugraha MA mengatakan, merujuk pada Mazhab Syafi’i dan Ahmad,
lebih baik mendahulukan aqiqah, kemudian kurban.
Sebenarnya, kewajiban aqiqah, kata perempuan yang dikenal sebagai pendakwah
itu, ada di pundak orang tua. Akan tetapi, jika orang tuanya tidak mampu maka
bila si anak telah mempunyai kelapangan rezeki, dapat melaksanakan sunah aqiqah
itu sendiri.
Ia menjelaskan, dalam pelaksanaannya akikah tidak dapat digabung dengan berqurban.
Orang yang membeli hewan untuk aqiqah harus membeli satu hewan lagi untuk berqurban
jika dilakukan pada Hari Raya Idul Adha. Terkait waktu pelaksanaannya, aqiqah
tidak terbatas.
“Bisa kapan saja,” katanya. Tetapi, qurban hanya boleh dilaksanakan pada
Dzulhijjah. Sejak usai shalat Idul Adha hingga hari Tasyriq, 11, 12, dan 13
Dzulhijjah, bersamaan dengan jamaah haji yang sedang wukuf di Padang Arafah.
Memang, soal teknis penyembelihan, kata Nurma, sesuai dengan hadis dari Aisyah
RA, “Wahai Fatimah, bangunlah dan saksikanlah kurbanmu,” maka penyembelihan
hewan qurban harus disaksikan sendiri oleh pemiliknya.
Namun, pada masa sekarang orang yang berqurban dapat menyerahkan qurbannya
kepada orang yang amanah, dalam hal ini lembaga amil zakat.
Saat ini, banyak lembaga zakat yang dapat membantu mereka untuk
menyalurkan qurbannya kepada yang lebih berhak.
Selanjutnya, Nurma menjelaskan, hendaknya dipasang niat terlebih dahulu,.
Karena, inti berqurban adalah ketakwaan.
Ia pun mengutip ayat berikut, “Tidaklah darah dan daging hewan qurban itu sampai
kepada Allah, tetapi ketakwaan yang sampai kepada-Nya,” (QS al-Hajj
[22]: 37).
Adapun syarat diterimanya hewan kurban oleh Allah SWT ialah menggunakan harta
yang halal saat membeli hewan qurban tersebut. Kedua, dikerjakan pada waktunya
saat Hari Raya Idul Adha dan tiga hari Tasyriq.
Ketiga, harus dilakukan dengan ikhlas. Keempat, menggunakan hewan yang cukup
umur, besarnya, sehat, dan tidak cacat. Hewan tersebut berupa sapi, kambing,
domba, kerbau atau unta.
Selain itu, Ustaz Najmuddin Shiddin berpendapat berqurban lebih utama
dibandingkan aqiqah. Hal itu karena berqurban disebut beberapa kali dalam
Alquran. Sedangkan, aqiqah hanya sebagai bentuk rasa syukur yang hanya terdapat
dalam hadis saja.
Karena itu pula, niat aqiqah dan kurban tidak boleh digabungkan. Soal teknis
penyembelihan dan distribusi hewan kurban, ia menyarankan agar melibatkan
lembaga amil zakat. “Mereka memiliki data mustahik yang lebih banyak,” katanya.
Sehingga, tercapai pemerataan pembagian daging kurban.
Soal apa saja syarat diterimanya qurban, Ustaz Abi Makki mengatakan, hewan qurban
yang disembelih merupakan hewan peliharaan, bukan hewan tangkapan dari hutan.
Hewan tersebut harus sehat dan tidak sakit. Pendistribusian daging sebaiknya
merupakan daging mentah. Karena, hak mereka daging tersebut akan dimasak atau
dijual kembali.
Ini berbeda dengan aqiqah yang distribusinya dilakukan dengan dimasak terlebih
dahulu. Sehingga, mereka yang menerima dapat segera menikmatinya tanpa menyusahkan
untuk memasak lagi.
Karena, aqiqah merupakan wujud rasa syukur atas lahirnya seorang anak. Dengan
membagi matang berarti berbagi kesenangan dan memudahkan mereka.